Lahir di Tarutung pada tanggal 30
January 1928, karena pekerjaan dari Ompung kami (pernah menjabat sebagai Hoofd
School Opziner untuk wilayah Sumatra) dan lain hal, ibu menghabiskan masa kanak kanak , remaja hingga
dewasa di Tarutung, Bukit Tinggi, Padang
Sidempuan dan Jakarta. Beliau meninggalkan pendidikan sampai dengan SMA kelas 2 jurusan
IPA di Jakarta.
Pertama kali bertemu dengan ayah di
rumah sakit di Tarutung tahun 1943, saat itu ibu adalah anggota PMI yang sedang
bertugas merawat tentara pelajar yang luka akibat perang, sementara ayah adalah
anggota tentara pelajar yang sedang sakit. Beberapa tahun kemudian bertemu kembali dan mulai membina
hubungan berlanjut hingga ke Jakarta dan akhirnya menikah pada tahun 1951. Dua
tahun pertama kehidupan perkawinannya Ibu lah yang menjadi tulang punggung
keluarga bekerja kantoran, karena ayah
mengidap penyakit yang menyebabkan beliau harus sering berbaring. Karena penyakitnya, ayah hanya sanggup pergi
kuliah. Ibu berhenti bekerja sesudah
melahirkan anak ke dua pada saat itu ayah sudah lulus Sarjana Ekonomi Akuntansi di Universitas Indonesia.
Ayah tidak kunjung pulih, sehingga beliau hanya sanggup bekerja sebagai asisten
dosen paruh waktu. Untuk membantu
ekonomi keluarga ibu menjual hasil jahitan taplak atau sarung bantal. Di tengah kesulitan ekonomi itu orang tua kami
juga harus kehilangan anak nya yang ke
dua, saudara kami yaitu Adheny Al Karun. Sebagai asisten dosen ayah mendapat program bea siswa, tepat dua
minggu setelah kelahiran anak ke 5 ayah pergi belajar ke Amerika untuk mengambil gelar
masternya di University of Illinois, USA selama kurang lebih 3 tahun. Masa 3
tahun itu adalah masa yang paling
bersejarah untuk keluarga kami, karena tiga dari enam bersaudara ini sudah besar dan
sudah mampu mengingat betapa susahnya kehidupan pada saat itu, tapi ditengah
kesusahan itu selalu ada terselip cerita
lucu dan gembiranya kami sebagai anak anak. Dalam menghadapi masa masa sulitnya
kehidupan, keluarga kami tidak pernah sendirian, dukungan sering datang baik
secara moril maupun materi, terutama dari Kel. Inangtua O. E. Panjaitan br. Nasution dan Kel. Uda Sahala M. L.
Tobing/SS br. Nasution.
Kesehatan ayah akhirnya pulih setelah
kembali dari Amerika. Ayah sudah bisa
mengambil alih penuh posisinya menjadi tulang punggung keluarga dan Ibu kami
sibuk mengurus anak-anak dan mendukung ayah.
Setelah semua anak – anak besar Ibu lebih sering mendampingi ayah dinas, baik
keluar kota maupun keluar negri. Pada masa itu banyak cerita sukses dan gembira
menghiasi keluarga kami. Melalui sepak terjang Ibu, kami mengerti makna
sesungguhnya dari ungkapan “Behind a great man there’s always a great woman”
Ayah tidak berumur panjang pada
tanggal 10 September 1987 beliau pergi meninggalkan kami selamanya. Sepeninggal
ayah, ibu selalu sibuk sibuk sibuk dan
sibuk seputar kegiatan keluarga,
berkebun, traveling dan gereja (Pernah menjabat
bendahara gereja GKPA resort Diponegoro
Jakarta sejak thn 1975 sampai thn 2006) , tidak ada kata capek dalam kamusnya dan tidak
ada sakit dalam sejarah hidupnya hingga
saat ini beliau berumur 85 tahun tetap sehat. Cerita
indah ibu terus berlanjut dengan bertambah nya kehadiran cucu
cucu hingga berjumlah 13 orang. Sampai sekarang cerita kelulusan sekolah dan
kemajuan karier pekerjaan cucu cucunya lah yang paling membanggakan hati ibu
kami.
Itulah ibu dengan kesederhanaannya dan dedikasinya yang tinggi sebagai istri yang
bijaksana untuk ayah, ibu yang sesungguhnya bagi kami anak anaknya dan ompung yang tangguh buat cucu
cucunya beliau mendampingi kami anak-anak
dan cucu-cucunya sampai pada saat ini.
Terimakasih Mama, God Bless You.
Tidak ada kata di dunia ini yang
dapat melukiskan betapa kami bersyukur kepada Tuhan karena telah mengutus mama
menjadi malaikat di hidup kami.
The more you praise and celebrate
your life, the more there is in life to celebrate
Oleh : Miranda & Lellyane
Tidak ada komentar:
Posting Komentar